Pertandingan resmi pertama gue sebagai
defender adalah saat bulan
kebersamaan keluarga di gereja gue.
Waktu itu selesai ibadah remaja.
Temen gue, Nico dan Ruben menghampiri gue dengan membawa kertas selebaran
berisi informasi kegiatan bulan keluarga. Gue sempet baca dan ada pertandingan
futsal remaja putra. Gue langsung semangat.
“Eh gue ikutan futsal dong!” kata
gue ke Nico.
“Iya makanya, ini gue juga lagi
mau daftar!” Nico menjawab.
“Gue kiper ya!” Dengan mantap gue
menjawab. Waktu itu, gue masih berambisi banget jadi kiper, padahal gue sama
sekali belom pernah tampil secara resmi sebagai kiper dalam sebuah
pertandingan.
“Yakin, lo bisa?” Nico agak ragu.
Sepertinya, dia punya indra ke-6 yang bisa mendeteksi apakah seseorang berbakat
menjadi kiper ato enggak.
“Bisa lah” jawab gue.
Bagus. Tinggal tunggu giliran aja
gue digampar satu tim gara-gara kejebolan.
“Oke”.
Setelah ngobrol-ngobrol dengan
pendamping wilayah 9[1], gue
akhirnya dipastikan ikut bertanding dalam pertandingan itu. Yess!
Gue pun berlatih terus, meskipun
saat itu waktunya ulangan umum. Bola gue sampe ngelupas kulitnya.
Sabtu, 6 Oktober 2012 adalah hari
latihan untuk turnamen (atau lebih tepatnya POR). Tapi akhirnya batal karena
belom pesen lapangan, sedangkan Minggu nya sudah harus bertanding.
Mampus.
Lanjut ke hari Minggu. Ada kabar
bahwa tim gue hanya baru 3 orang, gue, Nico dan Ruben.
Jeder. Gimana nih?
Ternyata ada kabar gembira.
Futsal remaja putra ditunda tanggal 21 Oktober.
Untuk sementara: Alhamdulillah.
Tapi, alhamdullilah itu hanya
bertahan sampai tanggal 13 Oktober. Karena di hari itu, semua yang gue
rencanakan harus bubar karena satu hal, tes masuk SMA, yang jatuhnya pas banget
tanggal 21 Oktober 2012.
Terpaksa gue harus tinggalkan
pertandingan itu. Gue udah pesimis banget tim gue bakal menang.
Gue menyempatkan diri SMS ke Nico
tanggal 21 sore kira-kira jam 5. Dan apa yang gue pikirkan ternyata berbalik
180⁰.
Berikut ini adalah transkrip SMS
gue dengan Nico.
Gue :
“Nico, gimana? Menang gak?”
Nico :
“ Menang 4-1. Jgn lupa dtng y
jumat jam 10 d gor goody*ar”
Men, perlu anda ketahui bahwa
pada saat itu gue seneng setengah hidup (karena ‘setengah mati’ sudah terlalu mainstream), rasanya pengen gue Gangnam
Style di kolam renang.
Hasrat ‘kiper penasaran’ gue
muncul. Siapa yang jadi kiper sampe bisa kejebolan cuma 1 kali doang? Gue bales
SMS-nya Nico begini:
Gue :
“Siap bro... Eh btw tadi yg jadi kiper siapa? Bisa cuman kejebolan sekali?”
Nico :
“Gw.”
Gue :
(ga percaya)
“Elu yg kiper nic??”
Nico : (singkat-jelas-padat) “Y”
Gue :
“Jago anjir... Ajarin!!!!”
Yak, sotoy abis. Besok-besok
sekalian aja kalo si Nico ulangan IPS dapet seratus[2] dan gue
langsung nyamber “Jago anjir... Ajarin!!!!”
Jumat, 26 Oktober 2012.
Jam 9.30 pagi
Gue mulai berangkat dari rumah.
Jarak rumah ke GOR gak terlalu jauh. Tinggal keluar gang, belok kiri, jalan
sedikit, nyampe deh.
Dari Wilayah 9 baru gue doang
yang dateng. Bagus. Mau jadi apa kita ini?
Opening ceremony sebentar lagi
mau dimulai. Nico membawa 2 orang temannya yang akan ikut tanding futsal
bersama (maaf, gue lupa tanya namanya siapa).
Dengan ini baru ada 4 orang,
sementara paling tidak harus ada 6 orang (1 substitute).
Angga (teman wilayah 9 juga)
akhirnya ikut bergabung.
Masalahnya, Ruben belum juga
dateng, bahkan ketika babak kedua pertandingan sebelum kita dimulai.
Perlu Anda ketahui, gue orangnya
sangat-sangat panikan (ini juga yang menjadi masalah gue ketika menghadapi one-on-one). Jadi, sebelum Ruben datang
gue rasanya seperti mau naek pesawat ke yang akan take-off 5 menit lagi, tapi gue baru bangun tidur, dan belom siapin
baju dan perlengkapan lainnya.
“Gimana nih, Nic?” Tanya gue
dengan panik.
“Tenang aja, ntar juga dia
dateng. Macet katanya.”, jawab Nico.
Akhirnya Ruben dateng. Rasanya
seperti mendapat pengumuman bahwa pesawat yang gue naekin didelay 5 jam.
Pertandingan kita dimulai. 5
orang mulai masuk ke lapangan. Gue saat itu menjadi substitute dan akan dimainkan
di babak 2.
Saat itu gue masih berpikir bahwa
“dimainkan di babak 2” adalah dimainkan
sebagai kiper menggantikan Nico. Namun, harapan itu terhempas ketika gue harus
maju sebagai bek menggantikan Ruben. Oke lah, mau jadi defender atau kiper, sama-sama first
match gue.
Oiya, sekedar info, saat first match ini, gue masih menggunakan
nomer 12, karena jersey nomer 5 gue masih belom jadi.
Sesaat sebelum gue masuk, Ruben
mewanti-wanti gue.
“Bar[3],
ati-ati, mereka maennya body. Saran
gue lepas kacamata lu.” Lah, gimana gue mau maen tanpa kacamata? Mata gue
minusnya hampir 2. Gue gak bakalan bisa ngeliat bolanya! Wong pake kacamata aja bola masih bisa lolos.
Akhirnya gue main pake kacamata.
Priiiit... Peluit babak kedua
berbunyi. Skor half-time 2-1 untuk
tim lawan.
Gue sempet ngerebut bola dari
lawan. Tapi bola akhirnya out karena shoot gue yang jelek itu.
Beberapa saat kemudian,
terjadilah apa yang dibicarakan Ruben kepada gue. Gue dibody.
Ceritanya, gue mau ngerebut bola
lagi dari pemain lawan. Belom sempat gue ngambil bolanya, gue didorong sampai
jatoh. Untungnya saat itu gue dan si pemain lawan itu berada di daerah penalti.
Jadi, kita dapet tendangan bebas.
Setelah itu permainan berjalan
biasa saja. Gol penyeimbang kedudukan dari Angga, gol balasan dari lawan, disusul
gol ketiga dan keempat bagi tim gue.
Skor akhir 3-4 untuk tim gue.
Yesss... Road to eighths-finals!
Dan baru gue sadari ada fakta mengejutkan dari tim gue. Tim gue merupakan
satu-satunya tim yang bajunya nggak seragam, nggak berpelatih, dan ber-substitute hanya satu orang yang masuk
ke perdelapan final. Hebat!
[1] Gue, Nico dan Ruben masuk
wilayah ini.
[2] Peluang gue IPS dapet
seratus adalah P(100) = 0, atau bisa disebut kemustahilan
[3] Panggilan gue di Bogor